Sengketa tanah adalah salah satu kasus hukum yang sering terjadi di Indonesia. Untuk membela kepemilikan tanah secara hukum, ada beberapa dasar yang dapat digunakan, baik dari aspek hukum perdata, pidana, maupun administrasi pertanahan.
1. Dasar Hukum dalam Sengketa Tanah
a. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) – UU No. 5 Tahun 1960
- Pasal 19: Pemerintah wajib mengadakan pendaftaran tanah guna menjamin kepastian hukum bagi pemiliknya.
- Pasal 20: Hak milik atas tanah adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh.
b. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
- Menjelaskan pentingnya sertifikat tanah sebagai alat bukti kepemilikan yang sah.
- Jika ada sengketa, pihak yang memiliki sertifikat lebih diutamakan dibandingkan bukti lain.
c. KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek)
- Pasal 570: Pemilik tanah berhak menggunakan tanahnya dengan bebas, sepanjang tidak melanggar hukum.
- Pasal 1320: Suatu perjanjian jual beli tanah harus memenuhi syarat sahnya perjanjian.
d. KUHP dan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru
- Pasal 385 KUHP Lama / Pasal 1139 KUHP Baru: Mengatur tentang tindak pidana penyerobotan tanah (eigenrichting).
- Pasal 167 KUHP Lama / Pasal 377 KUHP Baru: Melarang memasuki pekarangan orang lain tanpa izin.
e. UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
- Jika sengketa tanah dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau negosiasi sebelum masuk ke pengadilan.
f. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2016 tentang Mediasi di Pengadilan
- Mengharuskan penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi sebelum masuk ke persidangan.
2. Strategi Membela Sengketa Tanah
a. Mengumpulkan Bukti Kepemilikan yang Sah
- Sertifikat Hak Milik (SHM) / Hak Guna Usaha (HGU) / Hak Guna Bangunan (HGB)
- Akta jual beli tanah dari PPAT
- Surat keterangan riwayat tanah dari desa atau kelurahan
- Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
- Surat perjanjian jual beli (jika ada transaksi)
b. Melaporkan Jika Ada Unsur Penyerobotan Tanah
- Jika ada pihak lain yang melakukan pemaksaan atau menguasai tanah secara ilegal, bisa dilaporkan ke kepolisian berdasarkan Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah.
c. Mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jika Ada Sertifikat Ganda
- Jika sertifikat tanah bermasalah atau tumpang tindih, bisa dilakukan gugatan pembatalan sertifikat ke PTUN berdasarkan Pasal 19 UUPA dan PP No. 24 Tahun 1997.
d. Mengajukan Gugatan Perdata Jika Ada Klaim Sepihak
- Jika ada pihak lain yang mengklaim tanah tanpa dasar yang jelas, bisa diajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata.
e. Menggunakan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR)
- Menggunakan mediasi atau arbitrase untuk menyelesaikan sengketa tanpa harus melalui pengadilan, sesuai dengan UU No. 30 Tahun 1999.
3. Penyelesaian Sengketa Tanah Berdasarkan Jenis Kasus
Jenis SengketaSolusi HukumDasar HukumSertifikat ganda Gugatan ke PTUN UUPA Pasal 19, PP 24/1997 Tanah warisan diperebutkan Gugatan perdata ke Pengadilan Negeri KUH Perdata Pasal 833 Penyerobotan tanah Laporan ke polisi KUHP Pasal 385 / 1139 Penyalahgunaan AJB tanpa sertifikat Gugatan ke Pengadilan Negeri KUH Perdata Pasal 1320 Penerbitan sertifikat atas nama orang lain Pembatalan sertifikat melalui BPN & PTUN UUPA Pasal 19, PP 24/1997
4. Kesimpulan
- Pentingnya memiliki bukti kepemilikan yang kuat seperti sertifikat tanah yang resmi.
- Jika ada sengketa, utamakan penyelesaian secara damai melalui mediasi sebelum masuk ke pengadilan.
- Jika terjadi penyerobotan, segera laporkan ke pihak berwenang untuk menghindari hilangnya hak atas tanah.
- Gunakan dasar hukum yang tepat sesuai dengan jenis sengketa yang dihadapi.
Jika menghadapi sengketa tanah, sebaiknya segera konsultasikan dengan pengacara atau ahli hukum pertanahan agar bisa mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal.